Ada
sebelas hijab yang harus diungkap oleh seorang muslim untuk dapat menuju
Tuhannya dengan benar. Al-Hujwiri, sufi dari Persia, mengungkapkan dalam kitab
Kasyful ahjub demikian :
Pertama, hijab ma’rifat.
Adalah
kehidupan hati melalui pengetahuan tentang Allah, dan pengabaian bathin manusia
dari semua yang bukan Allah. Nilai seseorang manusia terletak pada ma’rifatnya,
dan orang yang tidak memiliki ma’rifat tidak memiliki nilai apa-apa. Syeikh
sufi menyebut perasaan yang benar (haq) dengan nama ma’rifat. Oleh karena itu,
mereka mengatakan bahwa ma’rifat lebih utama dari ilmu, karena perasaan yang
benar mengakibatkan penalaran yang benar.
Kedua, hijab tauhid.
Al-Hujwiri
membagi dalam tiga bagian,
a. Ketauhidan Allah oleh Allah, yaitu
pengetahuan-Nya dan ketauhidan-Nya.
b.
Ketauhidan
Allah oleh Makhluq-Nya, yaitu ketetapan bahwa setiap makhluk harus mengatakan
bahwa Dia Maha Esa, dan penegasan tauhid dalam hatinya.
c. Ketauhidan Allah oleh Manusia, yakni
pengetahuan manusia mengenai keesaan Allah.
Ketiga, hijab Iman.
Al-Hujwiri
berpendapat bahwa iman mempunyai pokok dan cabang. Pokok yang dimaksudkan
disini adalah pembenaran dalam hati, dan cabangnya adalah taat kepada
perintah-perintah Illahi.
Keempat,
hijab bersuci.
Bersuci
secara lahir dan bathin. Dengan demikian, shalat memerlukan penyucian badan
(wudlu, tayamum, mandi), dan ma’rifat memerlukan penyucian hati. Ketika dalam
kasus pertama air harus suci, dalam kasus kedua tauhid juga harus suci dari
keyakinannya yang kotor.
Kelima, hijab shalat.
Shalat
adalah sebuah istilah di mana murid mendapatkan seluruh jalan menuju Allah,
dari awal hingga akhir, dan dimana maqamnya disingkapkan. Dengan demikian, bagi
setiap murid, penyucian berbentuk pertaubatan. Ketergantungan kepada mursyid
menempati posisi menghadap kiblat. Berdiri dalam shalat mengandung mujahadah.
Membaca Al-Qur’an menempati posisi dzikir di dalam hati. Menundukkan kepala
menempati posisi kerendahan hati. Sujud menempati posisi pengetahuan akan diri.
Pernyataan iman menempati kedekatan (uns). Dan salam menempati posisi lepas
dari dunia dan bebas dari perbudakan maqam.
Ketika
Rasulullah saw terbebas dari semua perasaan kesenangan dalam kekaguman total.
Beliau biasa bersabda : “Wahai Bilal, senangkan kami dengan seruan adzan-mu
untuk shalat”.
Keenam, hijab zakat.
Zakat
benar-benar merupakan ungkapan syukur atas keuntungan yang diperoleh, rasa
terima kasih yang sama bentuknya dengan keuntungan tersebut. Ketika seseorang
tahu bahwa nikmat tersebut diberikan kepadanya oleh Allah secara tidak
terbatas, ia harus mengungkapkan syukur yang tidak terbatas pula dengan cara
zakat.
Ketujuh, hijab puasa.
Lapar
menguatkan kecerdasan dan memperbaiki pikiran serta kesehatan. Rasulullah saw
bersabda ; “Jadikan perutmu lapar dan hatimu haus serta badanmu lemah, kalau-kalau
hatimu “melihat” Allah di dunia ini “ meski lapar adalah penderitaan bagi
jasad, pada hakikatnya lapar mencerahkan hati dan menyucikan jiwa, dan
membimbing ruh kepada kehadliran Allah.
Kedelapan, hijab haji.
Haji
adalah mujahadah (usaha yang sungguh-sungguh) untuk mendapatkan musyahadah
(penyaksian atas kebenaran Allah), dan mujahadah tidak menjadikan sebab
langsung musyahadah, melainkan hanya sarana untuk menuju kepada-Nya. Dengan demikian
karena sarana tidak mempunyai efek langsung pada realitas segala sesuatu,
tujuan hakiki haji bukanlah mengunjungi ka’bah, melainkan mendapatkan
musyahadah-Nya.
Kesembilan, hijab persahabatan,
aturan, dan prinsipnya.
Yakni
akhlak yang baik dalam melaksanakan kebajikan (muruah), dalam agama
melaksanakan sunnah Rasul, dan dalam cinta menghormati (hurmah). Tiga kategori
ini saling berhubungan. Karena, barang siapa tidak memiliki kebajikan berarti
tidak mematuhi sunnah Rasul, dan barang siapa gagal mematuhi sunnah Rasul berarti
tidak melaksanakan kewajiban menghormati.
Kesepuluh, hijab ungkapan dan
istilah-istilah teknis sufi.
Istilah
sufi adalah kata yang digunakan untuk menyatakan penggunaan kata dan pernyataan
yang maknanya hanya diketahui kaum sufi. Ia memiliki tujuan ganda. Pertama
untuk memudahkan pemahaman terhadap kesulitan-kesulitan dan membuatnya lebih
bisa dipahami oleh para pemula. Kedua, untuk menyembunyikan misteri-misteri
pengetahuan tersebut dari kalangan yang bukan dari kalangan tasawuf.
Kesebelas, hijab sama’ (pendengaran)
Sama’
yang paling bermanfaat bagi pikiran dan yang paling menyenangkan bagi telinga
adalah pendengaran akan kalam Illahi, di mana semua orang beriman dan yang
tidak beriman, manusia dan jin, sama diperintahkan untuk mendengar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar